Sayuti Melik – Pahlawan Perintis Kemerdekaan Indonesia
Sayuti melik atau yang lebih dikenal sebagai Mohamad Ibnu Sayuti adalah merupakan salah satu seorang Perintis Kemerdekaan Indonesia. Yang tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai salah satu Pengetik Naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dan juga mantan pernah menjadi salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Yang menjabat menjasi anggota dewan sejak pada tahun 1971 sampai juga dengan tahun 1982. Sayuti ini juga merupakan suami dari seorang Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati dan juga aktivis perempuan sejak pada zaman pergerakan dan zaman setelah hari kemenangan indonesia atau juga kemerdekaan.
Dan ia juga dilahirkan sejak pada tanggal sekitar 22 November pada tahun 1908. Maka dari itu anak dari seorang Abdul Mu’in atau sering juga di sebut Partoprawito. Ia adalah seorang bekerja atau kepala desa di Sleman, dan juga serta Yogyakarta. Sedangkan salah satu ibunya yang bernama sebuah Sumilah. Pendidikan dimulai dari pada Sekolah Ongko Loro yang sama dengan Setingkat SDdi desa Srowolan. Hingga sampai dengan kelas IV dan juga diteruskan sampai mendapat sebuah Ijazah di kawasan Yogyakarta. Berikut ini beberapa sejarah sejarah lainya klik link Archipelago Indonesia.
Masa Muda Sayuti Melik
Nasionalisme sudah sejak dari kecil ditanamkan oleh seorang ayahnya kepada Sayuti kecil. Ketika pada saat itu ayahnya menentang kebijaksanaan pada saat pemerintah Belanda yang menggunakan salah satu sawahnya yang untuk ditanami tembakau. Ketika belajar di sebuah sekolah guru di Solo, 920, namun ia belajar nasionalisme dari seorang guru sejarahnya yang merupakan berkebangsaan Belanda atau juga Zurink. Pada saat usia belasan tahun pada itu, ia sudah mulai tertarik dengan membaca sebuah majalah Islam. Dan juga ia bergerak menjadi salah satu pimpinan di Haji Misbach di Kauman, salah satu seorang ulama yang berhaluan kiri. Ketika pada saat itu banyak orang yang termasuk tokoh Islam yang memandang Marxisme sebagai ideologi pada perjuangan untuk menentang para penjajahan.
Dari salah satu seorang Haji Misbach ia mulai belajar Marxisme. Perkenalannya yang baru pertama kali dengan Bung Karno terjadi pada saat itu di Bandung pada sekitar tahun1962. Sepulangnya dia dari sebuah kawasan wilayah yaitu dari pembuangan. Sayuti berjumpa dengan salah satu SK Trimurti dengan juga terlibatnya di dalam berbagai macam kegiatan yang pergerakan secara bersama. Akhirnya pada tanggal19 Juli 1938 sampai pada saat titik itu mereka pun menikah. Pada sejak tahun itu juga mereka yang mendirikan sebuah surat kabar Pesat dikawasan wilayah Semarang yang terbit dalam tiga kali seminggu dengan tiras 2 ribu eksemplar.
Trimurti dengan beliau merupakan bergiliran masuk keluar dalam penjara akibat tulisan mereka yang mengkritik tajam pemerintah kawasan Hindia Belanda. Sayuti sebagai salah satu seorang bekas tahanan politik yang dibuang ke kawasan wilayah Boven Digul selalu diawasi oleh Politieke Inlichtingen Dienst PID. Pada sekitar zaman pendudukan Jepang, Maret 1942 koran Pesat diberedel di Japan, Trimurti namun ditangkap Kempetai, Jepang juga mencurigai seorang Sayuti sebagai orang komunitas.
Peristiwa Rengasdengklok
Sayuti Melik merupakan salah satu termasuk dalam kelompok Menteng 31 yang berperan dalam sebagai penculikan Sukarno dan Hatta pada sekitar tanggal 16 Agustus 1945. Para pemuda pejuang termasuk juga Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, bersama Shodanco Singgih, salah satu seorang anggota PETA. Dan juga dengan pemuda lainya, ia membawa Soekarno bersama seorang Fatmawati dan Guntur yang baru masih berusia 9 bulan. Maka Dari itu Hatta, ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruhi oleh bangsa negara Jepang. Di sini juga, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan negara Jepang dengan apa pun itu risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dengan golongan tua, yaitu seorang Mr. Ahmad Soebardjo melakukan sebuah perundingan.
Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui bahwa untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di kota Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar seorang Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke kota Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan bahwa para pemuda untuk tidak terburu – buru memproklamasikan kemerdekaan indonesia. Cudan Rengasdengklok yang setingkat kompi dipimpin oleh sebuah yang bernama Chudancho Subeno. Chudan ini juga memiliki 3 buah Shodan yang setingkat pleton. Yaitu Shodan 1 dipimpin seorang Shodancho Suharjana, Shodan 2 dimpimpin oleh Shodancho Oemar Bahsan begitu juga dengan Shodan 3 dipimpin oleh seorang Shodancho Affan. Disamping mereka juga ada Honbu atau staf yang dipimpin oleh Budancho yang merupakan senior yaitu Martono.
Baca Juga: Megawati Soekarno Putri – Presiden Republik Indonesia
Teks Proklamasi
Konsep naskah sebuah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad Subardjo di sebuah rumah Laksamana Muda Maeda. Wakil para seorang pemuda, Sukarni dan sayuti melik. Masing-masing sebagai pembantu Bung Hatta dan Bung Karno, ikut menyaksikan sebuah peristiwa tersebut. Setelah selesai, dini hari tanggal 17 Agustus 1945, konsep naskah proklamasi itu dibacakan di hadapan semua para hadirin. Namun para kaum pemuda menolaknya.
Naskah Proklamasi itu dianggap seperti dibuat oleh arga wilayah atau negara Jepang. Dalam suasana pada saat tegang itu, Sayuti memberi sebuah gagasan, yakni agar Teks Proklamasi ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama sebuah bangsa Indonesia. Usulnya diterima dan Bung Karno pun segera melakukan memerintahkan Sayuti untuk mengetiknya. Ia mengubah kalimat Wakil-wakil bangsa Indonesia menjadi bagian Atas nama bangsa negara Indonesia.
Era Setelah Kemerdekaan
Setelah Indonesia Merdeka Sayuti menjadi salah satu anggota Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP. Pada tahun sekitar 1946 atas perintah Mr. Amir Syarifudin, Sayuti ditangkap oleh kawasan Pemerintah Republik Indonesia karena dianggap menjadi sebagai orang dekat Persatuan Perjuangan. Serta dianggap juga bersekongkol dan turut terlibat dalam Peristiwa pada tanggal 3 Juli 1946. Setelah diperiksa oleh serang Mahkamah Tentara, Sayuti dinyatakan sama sekali tidak bersalah. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda Sayuti ditangkap Belanda dan juga dipenjarakan di kawasan Ambarawa. Sayuti dibebaskan setelah selesai Koferensi di Meja Bundar. Pada sekitar tahun 1950, Sayuti diangkat kembali menjadi salah satu anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kesimpulan
Sayuti Melik merupakan salah satu pengaruhnya dari kemerdekaan indonesia. Beliau merupakan Di beri nama sebagai salah satu pahlawan perintis dan juga beliau salah satu pegetik teks proklamasi. Ia juga sering di tuduh kerja sama dan ia sering di tangkap oleh para sang penjajah namun pada akhirnya ia tetap lepas dan kembali. Selain dari pada itu beliau juga pernah menjadi salah satu penculikan sukarno dan hatta. Dan jangan lupa lihat tokoh pahlawam indonesia hanya di storydiup.com.