Meninggalnya Kapitan Pattimura – Hukuman Mati Dan Pengkhianatan!
Kapitan Pattimura adalah salah satu pahlawan Nasional Indonesia berasal dari Maluku yang terkenal sangat berani dan cerdik.
Peperangan yang terjadi di tahun 1817 antara pasukan Belanda dan pasukan kapitan Yang memperebutkan Kepulauan rempah di menangkan oleh pasukan Rakyat Maluku yang di pimpin oleh Kapitan Pattimura. Tanggal 20 Mei 1817 diadakan Rapat Raksasa di Haria. Tujuangannya untuk mengadakan pernyataan tetap tentang tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Dikenal sebagai Proklamasi Porto Haria yang berisi 14 pasal pernyataan. Ditandatangani oleh 21 Raja Patih dari pulau Saparua dan Nusalaut. Proklamasi ini membangkitkan semangat juang yang mendorong tumbuhnya kelompok pertempuran di berbagai tempat termasuk Maluku Utara.
Proklamasi Porto Haira
Tanggal 20 Mei tahun 1817 Pattimura kemudian memilih beberapa orang untuk membantunya berjuang melawan Belanda. Diantaranya adalah Anthoni Rhebok, Melchior Kesaulya, Philips Latimahina, Lucas Selano, Arong Lisapaly, Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus Tiahahu.
Melchior Kesaulya yang menandatangani Proklamasi Haira di angkat sebagai Komandan Pasukan di pulau Haruku oleh Pattimura untuk memperebutkan :Zeelandia” benteng Belanda. Tanggal 28 Mei 1817 “Proklamasi Haria” dan “Keberatan Hatawano” dibacakan dan disusun oleh Thomas Matulessy.
Pada tanggal 1 Juni 1817 serangan terus menerus dilakukan oleh Pasukan Rakyat. Tetapi tidak berhasil karena Serdadu Belanda di Benteng Zeelandia semakin kuat. Bala bantuan Serdadu Belanda terus berdatangan, lengkap dengan Peralatan Perang, mereka langsung melakukan penyerangan ke Benteng Duurstede yang dikuasai Pasukan Pattimura. Karena terus dihujani Peluru dan Meriam, Benteng Duurstede akhirnya ditinggalkan oleh Pasukan Pattimura. Kemudian belanda kembali menguasai pasukan.
Pengkhianatan Yang Diterima Kapitan Pattimura
Sebelum berhasil merebut kembali Banteng Duurstede, pemerintah Belanda Selama berkuasa di Maluku sempat dibuat repot selama Berbulan-bulan oleh kecerdikan dan kemampuan Kapitan Pattimura yang pandai menyusun strategi Perang. Kompeni itu bahkan hampir menyerah jika bala bantuan dari Batavia tidak datang. Tetapi begitulah takdir, perjuangan Pattimura harus berakhir, semua karena pengkhianatan Rakyatnya sendiri yang dilakukan oleh Raja Booi (Raja dari Negeri Booi, Saparua, Maluku Tengah). Pemerintah Belanda mendapatkan informasi persembunyian Kapitan melalui Raja Booi.
Tanggal 11 November 1817 malam hari, Thomas Matulessy beserta Pasukannya sedang berkumpul di sebuah rumah yang berada di Hutan Booi. Tidak ada perbincangan apapun. Tiba-tiba terdengar keramaian dari luar, Pintu di tendang seseorang. Beberapa Tentara menerobos masuk dan mengarahkan senjata. Seorang Opsir berteriak memerintah untuk menyerah sambil mengarahkan Senjata ke dada Pattimura.
Kemudian Raja Booi masuk dan berkata dengan teriakan: “Thomas, menyerahlah, Tidak ada gunanya jika melawan! Rumah ini sudah dikepung empat puluh tentara yang siap menembak mati kalian.” Lalu dengan geram Kapitan menjawab saat sedang di tarik keluar dari Negeri Booi “Terkutuklah Kamu, pengkhianat!” ujarnya.
Setelah Ditangkapnya Kapitan Pattimura
Kabar penangkapan Kapitan Pattimura pun tersiar ke seluruh pelosok Negeri dengan sangat cepat. Para pemimpin perang lain pun akan menjadi target perburuan selanjutnya. Beberapa memilih meletakkan senjata dan menyerah, namun sebagian lain memutuskan untuk melawan dan tetap berperang. Mereka tidak ingin berakhir di Tiang Gantung dan terus melanjutkan perjuangan Pattimura. Sampai di Ambon, Pattimura dan Pejuang lainnya yang tertangkap dikurung di benteng Victoria mereka di interogasi oleh Tentara Belanda. Namun Pattimura tetap tutup mulut dengan rapat sehingga tidak banyak informasi yang didapat Belanda.
Desember awal Para Tahanan dihadapkan di depan Ambonsche Raad van Justitie yakni Dewan Pengadilan Kota Ambon. Dijatuhkanlah vonis setelah melalui beberapa sidang. Kapitan Pattimura, Sayyid Perintah, Anthone Rhebok, Melchior Kesaulya dan Philip Latumahina mendapatkan hukuman paling berat karena mereka Pemimpin Perang, yakni Hukuman Gantung. Sementara tahanan yang lainnya diasingkan ke Pulau Jawa.
Baca Juga: Kapitan Pattimura – Perjuangan Pahlawan Sejati Asal Maluku
Kapitan Pattimura Dihukum Gantung
16 Desember tahun 1817 Hari eksekusi tiba. Pagi hari Pattimura dan empat lainnya diperintahkan untuk bersiap. Tidak terlihat kecemasan di wajah mereka. Karena mereka sudah bertemu dan ditemani dengan beberapa pemuka agama serta di doakanlah mereka. Di lapangan depan Benteng Victoria, Kota Ambon. Tiang Gantung telah di persiapkan dengan Para Algojo yang telah berdiri sambil menunggu mereka tiba. Rakyat yang berkumpul untuk menyaksikan pemimpin mereka dan sejumlah besar Tentara Belanda dipersiapkan di sekitar Lapangan eksekusi ataupun di Pantai untuk menjaga tempat tersebut dari segala bentrokan yang mungkin akan terjadi.
Sekitar Jam 7 Pagi, Pattimura dan para teman lainnya datang dengan tangan terikat dan penjagaan yang amat ketat. Dan langsung ditempatkan di depan Tiang Gantungan. Thomas Matulessy masih mendapat tawaran kerja sama sekali lagi oleh Pemerintah Belanda. Tetapi ia menolak dan berkata dengan suara lantang didepan Perwira-Perwira yang sedang menunggu eksekusi mereka. “Saya akan mati tetapi akan bangkit Pattimura Muda lainnya yang akan meneruskan perjuangan saya”. Kemudian putusan vonis dibacakan:
“Mereka semua akan dihukum Gantung sampai mati. Dilakukan oleh para Algojo, kemudian mayat mereka akan dibawa keluar dan digantung. Agar daging mereka menjadi mangsa udara, juga di mangsa burung, digantung agar tulang belulang mereka menjadi debu. sehingga hal ini menjadi suatu pelajaran yang menakutkan bagi turun-temurun. Bahwa Thomas Matulessy untuk selamanya akan digantung di dalam sebuah kurungan besi walaupun sampai menjadi debu, tetap akan menimbulkan ketakutan karena perbuatannya”.
Detik-Detik Digantungnya 5 Pemimpin
Orang pertama yang menaiki dan dipasangkan tiang gantung adalah Philips Latumahina. Tetapi talinya putus dan ia terjatuh. Tali maut itu ternyata tidak mampu menahan dirinya yang memang berbadan besar. Algojo kembali menyeretnya lagi ke depan Tiang Gantungan. Ia harus merasakan Tali Gantungan untuk kedua kalinya dan hitungan detik kemudian nyawanya pun melayang.
Dilanjutkan ke korban gantung berikutnya yakni Anthone Rhebok dan Sayyid Perintah kemudian dilanjutkan oleh Terpidana Hukuman Mati yang ke empat Melchior Kesaulya empat orang pejuang telah berpulang di hukum gantung hingga mati. Tibalah Giliran Sang Panglima Tertinggi Maluku. Dari atas tempat eksekusi ia melihat puluhan musuh yang sangat ingin dihancurkannya. Sementara di kejauhan ia juga menatap Rakyat Maluku yang hendak dibebaskannya, walau gagal.
Ia naik ke atas dengan langkah yang mantap. Algojo memasangkan tali di lehernya, Pattimura sambil mengarahkan pandangannya ke arah Hakim-Hakim Belanda, mengucapkan kata-kata perpisahannya dengan suara tenang dan keras: “Selammat Tinggal Tuan-tuan!”.
Penghargaan Yang Didapat Pattimura
Nama Kapittan Pattimura diabadikan sebagai nama Universitas Pattimura, dan Bandar Udara Internasional Pattimura yang berada di Ambon. Kapal Perang Indonesia KRI Kapitan Patimura dan juga di Gambar Mata Uang RI Rp1.000 Thomas Matulessy. Jalan atas namanya yaitu Pattimura dan sebuah patung.
Sifat Pattimura Sebagai Inspirasi
Perjuangan dan kegigihannya, ini memberikan banyak contoh postif bagi kita penerus bangsa. Berikut hal postif yang bisa menginspirasikan kita:
- Berani dan Pantang Menyerah: Ia berani memberontak ketidak adilan serta terus berjuang hingga akhir hayat penghabisan.
- Memiliki Jiwa Pemimpin: Memiliki watak yang keras dan seorang pemberani.
- Teguh Dalam Pendirian: Saat di bujuk untuk bekerja sama ia menolak ajakan walaupun belanda menggunakan kekerasan, Pattimura tetap pada pendiriannya.
- Rela Berkorban: Perjuangannya melawan kolonial belanda demi rakyat, Ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk rakyat dan tanah airnya.
Sekilas Informasi mengenai Perjuangan Pattimura kamu bisa melihat informasi lainnya di Link berikut seputaran tentang Pahlawan Indonesia.