Ki Hadjar Dewantara – Bapak Pendidikan Indonesia

Ki Hadjar Dewantara – Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Tahun 1923 berubah menjadi Ki Hadjar Dewantara merupakan bangsawan Jawa, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia dan guru bangsa.

Ki-Hadjar-Dewantara - -Bapak-Pendidikan-Indonesia (1)

Indonesia mempunyai sejarah Hari Pendidikan Nasional yang di lakukan setiap tanggal 2 Mei. Ki Hadjar Dewantara merupakan Kolumnis, Politisi dan juga Pelopor Pendidikan bagi rakyat pribumi saat masa penjajahan Belanda. Beliau juga pendiri Perguruan Taman Siswa yang merupakan lembaga pendidikan yang memberikan hak yang sama kepada pribumi seperti para priyai dan orang belanda kala itu. Beliau lahir pada 2 September di Pakualaman (wilayah pemerintah Inggris & Hindia-Belanda) di pulau jawa bagian tengah.

Karier Ki Hadjar Dewantara

Beliau berasal dari lingkungan keluarga bangsawan Kadipaten Pakualaman yang merupakan putra dari G.P.H. Soerjaningrat dan cucu dari Paku Alam III. Dia mengawali pendidikan dasar di Europeesche Lagere School. Sekolah ini adalah sekolah dasar khusus untuk anak-anak yang berasal dari Eropa, Ia juga melanjukan pendidikan kedokteran di STOVIA, namun tidak diselesaikan karena kondisi kesehatannya yang buruk.

Kemudian, beliau bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar. Dia pernah bekerja di surat kabar SediotomoMidden JavaDe ExpresOetoesan HindiaKaoem MoedaTjahaja Timoer, dan juga Poesara. Beliau tergolong salah seorang penulis yang handal pada zamannya. Gaya tulisannya yang bersifat sangat komunikatif dengan gagasan-gagasan yang antikolonial.

Pergerakan Ki Hadjar Dewantara

Selain handal sebagai seorang wartawan muda, dia juga aktif di berbagai organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo atau (BO) pada tahun 1908, dia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia terutama masyarakat Jawa pada waktu itu. Mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO yang pelaksanaannya di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.

Beliau juga menjadi anggota organisasi Insulinde, yang merupakan suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo (campuran orang eropa dan Indonesia) yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker atau disingkat dengan DD. Sejak saat DD mendirikan Indische Partij, Ki hadjar Dewantara juga ikut diajak.

Karya Tulisan KHD (Als ik een Nederlander was)

Karya-Tulisan-KHD-(Als-ik-een-Nederlander-was)

Saat pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari rakyat dan juga pribumi, ini dilakukan untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Negara Prancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk KHD. Beliau lalu menulis “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” artinya “Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga”. Namun tulisannya yang paling terkenal yakni “Seandainya Aku Seorang Belanda” judul aslinya adalah “Als ik een Nederlander was”. Di tulis dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, tanggal 13 Juli tahun 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pemerintah Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut:

Seandainya aku orang Belanda, aku tidak akan mengadakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan hanya tidak adil, namun itu juga tidak pantas untuk menyuruh si pribumi memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk melaksanakan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita ambil pula isi kantongnya. Ayo teruskan lagi penghinaan lahir dan batin itu! Jika aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa pribumi diharuskan ikut mengongkosi (membayar) suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya”.

Beberapa pejabat Belanda melihat tulisan ini asli dibuat oleh KHD, karena gaya bahasanya yang berbeda. Kalaupun benar dia yang menulis, mereka menganggap DD memanas-manasi KHD untuk menulis dengan gaya demikian. Akibat tulisan ini Beliaui ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan diasingkan ke Pulau Bangka ini adalah permintaan sendiri. Tetapi kedua rekannya, yaitu DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes hal tersebut dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda pada tahun 1913. Ketiga tokoh ini dikenal sebagai “Tiga Serangkai”. Saat itu umur KHD adalah 24 tahun.

Baca Juga: Perobekan Bendera Belanda DI Hotel Yamato Surabaya

Perasingan Tiga Serangkai

Perasingan-Tiga-Serangkai (1)

Dalam pengasingan KHD aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, yaitu Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia. Pada tahun 1913 beliau mendirikan Indonesisch Pers-bureau, atau “kantor berita Indonesia”. Ini merupakan penggunaan kalimat formal pertama dari istilah “Indonesia”, yang diciptakan pada tahun 1850 oleh ahli bahasa asal Inggeris yakni George Windsor Earl dan pakar hukum asal Skotlandia bernama James Richardson Logan.

Di sinilah KHD mulai merintis cita-citanya utnuk memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan. Sampai dirirnya mendapat Europeesche Akta yaitu suatu ijazah pendidikan yang bergengsi. Kelak ijazah tersebut menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini beliau terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, bernama Froebel dan Montessori, dan juga pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Para tokoh berpengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Berdirinya Taman Siswa

KHD kembali ke Indonesia pada bulan September tahun 1919. Lalu beliau bergabung ke sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini yang digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang rencana akan didirikannya. Tanggal 3 Juli tahun 1922, beliau akhirnya mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta. Saat beliau genap berusia 40 tahun, (hitungan penanggalan Jawa) disinilah beliau mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Beliau tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan. Hal ini bertujuan agar beliau bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

“Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”. Semboyan ini sangat di kenal di kalangan pendidikan dan masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia. Terutama di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

Pengabdian Ki Hadjar Dewantara

Saat masa pemerintahan Presiden Indonesia Soekarno yaitu pada tahun 1945, Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama. Kemudian, pada tanggal 19 Desember tahun 1956, beliau juga mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa (Gelar kehormatan) dari Universitas Gadjah Mada.

Beliau juga diditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional atas semua jasanya dalam mengembangkan pendidikan yang ada di Indonesia. Kemudian setiap tanggal 2 Mei yang merupakan hari kelahirannya juga ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hal ini telah disahkan dalam Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 305 Tahun 1959. Bersamaan dengan ditetapkannya hari Pahlawan Nasional Indonesia. Surat keputusan ini diterbitkan tanggal 28 November tahun 1959.

Sikap Yang Wajib Dicontoh Dari KHD

Ki Hadjar Dewantara wafat di Kota Yogyakarta pada tanggal 26 April tahun 1959. Lokasinya di Padepokan Ki Hadjar Dewantara. Jenazahnya kemudian disimpan di Pendapa Agung Taman Siswa. Lalu dimakamkan di Taman Wijaya Brata pada tanggal 29 April tahun 1959. Upacara pemakamannya dipimpin oleh Presiden Soeharto. Namun sampai sekarang beliau masih menjadi teladan bagi penerus bangsa, lantas sikap apa saja yang harus kita teladani dari beliau? Berikut ini beberapa contohnya:

  • Berani menyuarakan kebenaran
  • Cinta terhadap pendidikan
  • Pembela keadilan dari Penindasan
  • Cinta Tanah Air
  • Tidak mudah putus asa
  • Tidak terpuruk dalam kegagalan

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *