BJ Habibie Pembuat Pesawat Pertama Di Indonesia
BJ Habibie adalah presiden ketiga Republik Indonesia yang di angkat setelah turunnya presiden Soeharto. Beliau merupakan bapak pesawat.
Bacharuddin Jusuf Habibie lahir tanggal 25 Juni 1936, Parepare, Sulawesi Selatan. Ayahnya bernama Alwi Abdul dan Ibunya adalah RA Tuti Marini Puspowardojo. Habibie adalah anak ke empat dari delapan bersaudara. Ayahnya berprofesi sebagai ahli pertanian yang berasal dari etnis Bugis-Gorontalo dan ibunya berasal dari etnis Jawa. Di wawancaranya pada tahun 2016, orangtuanya harus meninggalkan keluarga besar, disebabkan adanya perbedaan budaya.
Ayahnya adalah orang Bugis-Gorontalo, tidak diterima oleh keluarga ibunya yang berasal dari ningrat Jogjakarta begitupun sebaliknya. Habibie menjelaskan bahwa keluarganya mempertahankan kebiasaan menikah di dalam keluarga tujuannya adalah untuk kepemilikan tanah dan harta. Agar tidak ada perebutan harta maupun tanah oleh pihak luar. Ayah dari B.J. Habibie mempunyai marga “Habibie”. Merupakan salah satu marga asli dalam struktur sosial Pohala’a yakni Kerajaan dan Kekeluargaan yang ada di Gorontalo. Dan Ibunya R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Yang merupakan anak seorang dokter spesialis mata di Yogyakarta.
Pendidikan BJ Habibie
Dalam menempuh pendidikan, Beliau sering sekali berpindah-pindah tempat karena mengikuti orang tuanya:
- Sekolah Rakyat di Parepare
- SMP di Bandung
- SMA Kristen Dago, Bandung
- Teknik Mesin ITB (Institut Teknologi Bandung) Tahun 1954
- Jerman di Universitas Teknologi Rhein Westfalen Aachen Tahun 1955-1965
- Menerima Gelar Diploma Insinyur Tahun 1960
- Gelar Doktor Insinyur Tahun 1965 (Predikat Summa Cum Laude)
Saat masih muda ia di kenal dengan nama Rudy Habibie karena keahliannya dalam menangani masalah cracking atau retakan pada struktur pesawat. Karena temuannya ia di juluki dengan Mr Crack. Karena kecerdasannya, beliau meniti karier dengan cepat di industri aeronautika Jerman. Habibie merancang pesawat CN_235 dengan para insinyur perusahaan Spanyol, CASA dan sudah mengudara sampai akhir tahun 1983. Beliau juga membuat pesawat pertama Indonesia yakni N250 Gatotkaca di tahun 1995. Dia membuat pesawat pertama Indonesia bersama para Tim Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN dengan daya angkut 50 penumpang hingga 70 orang.
Pernikahan BJ Habibie
B.J. Habibie menikahi Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung. Adat digelar secara adat dan budaya Jawa, kemudian resepsi pernikahan digelar besok harinya dengan adat dan budaya Gorontalo di Hotel Preanger. Ketika menikah dengan Habibie, Ainun di berikan dua pilihan. Yakni tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan juga berkarya di belakang layar sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga. Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang putra, yakni Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Pekerjaan Dan Karier BJ Habibie
Saat kembali ke Indonesia setelah melakukan pendidikan di jerman, atas permintaan Presiden Soeharto untuk bekerja di dalam pemerintahan. Ia tiba di Indonesia tanggal 14 Desember 1973. Pekerjaan pertama yang diberikan kepadanya yakni sebagai Kepala Divisi Teknologi Maju dan Teknologi Penerbangan di Pertamina. Jabatannya adalah bagian dari Departemen Pertambangan dan Energi hanya berlangsung singkat.
Kemudian Beliau menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) tahun 1978 hingga Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat, ia ingin mengimplementasikan “Visi Indonesia”. Menurutnya, lompatan-lompatan Indonesia dalam “Visi Indonesia” bertumpu pada riset ataupun teknologi, terutama pada industri strategis yang jalankan oleh PT IPTN, PT PAL, dan juga PT Pindad. Targetnya, Indonesia sebagai negara industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang pertama tanggal 7 Desember 1990. Puncak karier Habibie yakni pada tahun 1998, yaitu ia diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia tanggal 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999. Sebelumnya ia menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7 dari 14 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998 dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Masa Kepresidenan
Beliau mendapatkan kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa Orde Baru sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Setelah memperoleh kekuasaan, Ia langsung membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya yakni mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Habibie juga membebaskan para tahanan politik serta mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat ataupun kegiatan organisasi.
Di era pemerintahannya yang singkat itu, beliau berhasil memberikan landasan kokoh untuk Indonesia. Yakni lahirnya UU Anti-Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik, dan yang paling utama dan terpenting adalah UU Otonomi Daerah. Karena melalui penerapan UU Otonomi Daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru bisa diredam dan dituntaskan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jika UU Otonomi Daerah tidak ada, pasti Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet maupun Yugoslavia.
B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat yang ada di Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang isinya berupa“bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”. Dan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang berisi “Sebelum presiden memangku jabatan, maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR”.
Kebijakan BJ Habibie
Kebijakan B. J. Habibie selama menjabat menjadi presiden adalah diberlakukannya kebebasan pers, pemilu yang bebas dan demokratis, otonomi daerah. Berikut penjelasannya:
- Memerdekakan Timor Leste: Terjadi pemisahan diri atau referendum Timor Leste. Hasilnya, wilayah tersebut menjadi negara yang merdeka. Hal ini sempat mendapat penolakan dari pihak militer Indonesia tetapi keputusan tersebut tetap dilaksanakan.
- Pemilu Demokratis: UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang pemilu yang berdampak lahirlah 48 partai politik yang ikut partisipasi pemilu tahun 1999. Pemilihan umum legislatif menjadi pemilu yang paling bebas dan demokratis.
- Otonomi Daerah: Mengeluarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dampaknya adalah meredakan gejolak disintergrasi yang pernah terjadi.
- Kebebasan Pers: Tertuang pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kebijakannya berkebalikan dengan apa yang ditegakkan pada pemerintah sebelumnya. yaitu pers merupakan pihak yang di bungkam dan tak jarang dipaksa mengikuti opini pemerintah.
- Komnas Perempuan: Kekerasan seksual yang terjadi pada Mei tahun 1998 membuat BJ Habibie membuat keputusan Presiden No 181 Tahun 1998 dengan hasil membentuk Komnas Perempuan.
Setelah Habis Masa Karesidenan
Beliau Sempat tinggal dan menetap di Jerman. Namun saat era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasihat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia. Yakni lewat organisasi yang didirikannya Habibie Center, Beliaupun menetap dan berdomisili di Indonesia. Kontribusi besar Habibie bagi bangsa ini pun tetap tercurahkan. Bisa kita lihat ketika masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Habibie masih aktif memberikan masukan dan gagasan pembangunan bagi pengembangan SDM di Indonesia. Kesibukan lainnya yakni mengurusi industri pesawat terbang yang sedang dikembangkannya di Batam. BJ Habibie adalah Komisaris Utama dari PT Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang pesawat terbang R-80 dan setelahnya pimpinan perusahaan tersebut diberikan kepada anaknya, yaitu Ilham Habibie.