Kapitan Pattimura – Perjuangan Pahlawan Sejati Asal Maluku

Kapitan Pattimura  atau Thomas Matulessy merupakan pahlawan Indonesia yang berasal dari Maluku tepatnya di Haria, Saparua. Ia merupakan keturunan bangsawan dari Nusa Ina.

Kapitan-Pattimura---Perjuangan-Pahlawan-Sejati-Asal-Maluku

Beliau lahir pada tanggal 8 juni 1783 di Saparua dengan nama Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia. Leluhur keluarga Matulessy asalnya dari pulau Seram. Orang tuanya bernama Frans Matulessia (ayah) dan Fransina Silahoi (ibu) berasal dari siri sori serani, ia memiliki kakak laki-laki bernama Yohanis. Mereka beragama Kristen Protestan. Nama Thomas dan Yohannis di ambil dari Alkitab.

Sejarah Kapitan Pattimura

Di tahun 1810, Kepulauan Maluku diambil alih oleh Pemerintahan Inggris dari pemerintahan kolonial Belanda. Dan menjadi Penguasa Tunggal di Kepulauan Maluku. Saat masa pemerintahan Inggris rakyat merasa baik-baik saja karena adanya kebebasan. Hal ini dilakukan pemerintah Inggris karena ia belajar dari pengalaman pemerintah Belanda sebelumnya yang membuat gaduh dan pemberontakan rakyat. Thomas Matulessy dan Teman-teman seperjuangannya di Kepulauan Lease, Maluku Tengah juga merasakan hal yang sama dengan rakyat Maluku kala itu. Saat itu Thomas memanfaatkan situasi untuk mencari berbagai informasi, dan dari yang ia dapat adalah adanya penarikan pemuda untuk di jadikan kesatuan militer Inggris. Ia dan teman-temannya akhirnya mendaftar dan tidak ada ragu sama sekali untuk menjadi bagian dari Bangsa asing tersebut.

Thomas Matulessy memilih bergabung adalah karena alasan yang sangat mulia yakni adalah untuk menjaga wilayah kekuasaan Inggris dari pihak luar, yang tidak langsung juga menjaga Rakyat Maluku.  Mereka akan di tempatkan di Kota Ambon. Syarat-syarat agar dapat lolos seleksi Tentara Rakya antaranya adalah Tes Kesehatan dan Uji kemampuan Fisik. Terpilihlah 500 orang, termasuk Thomas Matulessy. Mereka dibayar cukup tinggi serta di beri tempat tinggal di Asrama Militer Kota Ambon. Seragam dan Latihan berperang, pendaratan di berbagai pantai yang berombak dan berkarang merupakan latihan yang dipersiapkan untuk Menangkis dan Menyerang Musuh.

Di masa pelatihan ini, Matulessy menunjukkan bakat dan keterampilan, dirinya memiliki kemampuan dalam memimpin melebihi teman-temannya yang lain. Sehingga ia dipercaya menjadi Pemimpin bagi Angkatannya. matulasey menjadi tentara Inggris selama kurang lebih 7 tahun. Di tanggal 19 Agustus 1816 merupakan akhir karirnya di militer. Pangkat terakhir yang diterima Thomas Matulessy yakni Sersan Mayor. Dari Jabatan Sersan Mayor inilah ia mengubah Marganya menjadi Matulessia dengan alasan bahwa Marga Matulessy yang dipakai Thomas tidak sesuai dengan jabatan Sersan Mayor.

Perang Kapitan Pattimura Tahun 1817

Perjuangannya melawan penjajahan Belanda yang masuk ke tanah Maluku untuk menguasai perdagangan rempah-rempah. Salah satu pertempuran terbesar yang dipimpin Pattimura ketika rakyat Maluku bersatu untuk merebut Benteng Duurstede dari tangan penjajah Belanda.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Majapahit – Awal Mula Berdiri Hingga Keruntuhan

 

Belanda Mendapatkan Kekuasaan Inggris

Inggris menjadi pemerintah atas wilayah Hindia Belanda pada 1810 hingga 1811. Tetapi, kekalahan dalam perang melawan Prancis dan Belanda menyebabkan Inggris harus mengembalikan wilayah kekuasaannya kepada Belanda melalui Konvensi London di tahun 1814. Kekuasaan Maluku yang di pimpin oleh Gubernur Inggris yakni W. B. Martin diserahkan kepada Komisaris Pemerintah Belanda, yakni Nicolaas Engelhard dan J. A. van Middelkoop di Benteng Victoria pada tanggal  24 Maret 1817. Ada tiga kapal Belanda melepas jangkar di Teluk Ambon. Perubahan penguasa berdampak pada perubahan kebijakan era Inggris dan Belanda. Hal ini menjadi konflik untuk rakyat di Maluku, terutama di kawasan Kepulauan Lease dan sekitarnya.

Belanda pun menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah atau landrente, pemindahan penduduk dan mengabaikan Traktat London I, (dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan Korps Ambon dengan Gubenur) Jelas tertulis bahwa “apabila pemerintahan Inggris berakhir di Maluku, maka Para Serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan” artinya mereka berhak untuk memilih memasuki Dinas Militer Pemerintah Baru atau keluar dari Dinas Militer. Namun disini pemindahan dinas militer mereka di paksa.

Perkumpulan Kapitan Maluku di Gunung Saniri

Datangnya kembali Kolonial Belanda di tahun 25 Maret 1817 di tentang keras oleh Rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi Politik, Ekonomi, dan Hubungan Kemasyarakatan yang buruk selama dua abad dari Pemerintahan Belanda. Hal ini yang membuat rakyat maluku marah sehingga muncul istilah di kalangan Masyarakat di suatu peribahasa yang digunakan yakni (Pantung). Pantung itu berisi kalimat protes.

Kapitan Sayyid Perintah (pattikakan) dari Louhata Amalatu (Siri-Sori Islam) berperan sebagai pengatur strategi. Keadaan yang semakin panas, Pattikakan bergegas mengumpumpulkan para Kapitan di Gunung Saniri. Ia memberi arahan untuk berkumpul melalui surat yang ditandai dengan Bulu Ayam berwarna Putih dan Hitam. (artinya Wajib di sebar). Kemudian Para Kapitano atau Malesio yang berjumlah 99 mengirim Pasukan Kabaresinya masing-masing. Ke Pulau Saparua, Nusa laut, Banda Neira, Hatuhaha Amarima, Haruku, Lou Nusa, Leitimur, Leihitu, dan Ambon. mereka berkumpul untuk bermusyawarah berlokasi di Negeri Tuhaha, Gunung Saniri, Pulau Sapura. Mengatur strategi penyerangan ke Benteng Duurstede.

Terpilihnya Kapitan Pattimura

Setelah mereka berkumpul di Gunung Saniri yang merupakan wilayah Siri-Sori Islam, Wilayah yang luas dan sangat strategis untuk memantau secara langsung dari ketinggian pergerakan kaum penjajah di Benteng Duurstede dan Sekitarnya. Di wilayah Gunung Saniri Belanda sulit melakukan Patroli kearah Gunung, sebab penuh dengan resiko, karena hampir semua Pos Pejuang tersebar di Hutan-Hutan Tuhaha, Siri-Sori Islam. Membuat Belanda harus berfikir Seribu kali dalam melakukan Patroli atau Pengawasan saat itu. Sebelum penyerangan dilakukan, Sayyid memerintahkan untuk membuat “Saimbara” untuk mencari siapa Kapitan yang bakal memimpin Pasukan. Saimbara itu dilakukan dengan menanam sebuah Tombak kemudian Para kapitan yang berkumpul diminta untuk bisa berdiri di atas Tombak. Bagi yang mampu menaklukkan permintaan itu akan ditunjuk menjadi Pemimpin Pasukan.

Mereka satu-persatu kemudian mencoba menunjukan kemampuan dan Saimbara pun berlangsung. Namun belum ada yang mampu memenuhi permintaan itu. Lalu salah satu kapitan dari Leawaka Amapatti Haria mencoba melakukannya Kapitan itu adalah Thomas Matulessy. Ia berhasil melakukannya. Saat berdiri di ujung Tombak Kaki sang Kapitan berdarah karena tertikam ujung Tombak. Darah segar pun mengalir, setelah itu sang Kapitan turun dari Tombak dan disambut baik oleh Kapitan Sayyid Perintah.

kepemimpinan Kapitan Pattimura

kepemimpinan Kapitan Pattimura

Gosip rencana perlawanan sudah sampai ke Residen di Saparua dan pemerintah Belanda di Kota Ambon juga sudah mendapat informasi, namun diabaikan karena dianggap sebagai rumor.  Pada 17 Mei 1817 mendapatkan surat yang dikirim oleh istri Residen Van den Berg (Johanna Christina Umbgrove) tertanggal di surat itu 13 Mei 1817, yang menginfokan, kalau suaminya akan ditangkap Penduduk di Haria atau Porto. Ia pun melarikan diri ke Benteng dan meminta agar mengirim bantuan ke Ambon.

Informasi ini sampai ke Pemerintah Belanda di Kota Ambon pada tanggal 17 Mei 1817, perlawanan Rakyat yang dipimpin oleh Thomas Matulessy tanggal 15 Mei hingga 16 Mei 1817 telah berhasil merebut Benteng Duurstede, serta membantai Residen Johannes Rudolph Van den Berg. Satu-satunya orang Belanda yang selamat hanya Putra Van den Berg yang berusia Lima Tahun, bernama Jean Lubbert. Van den Berg, sempat meminta bantuan, namun catatannya tidak sempat terkirim, catatan ini ditemukan belakangan. isinya begini dalam bahasa indonesia “Sersan segera datang dengan 12 orang Bersenjata tajam, untuk menyelamatkan saya, semuanya dalam kekacauan”.

Awal mulanya, ketika Residen Van den Berg mengirim seorang penjaganya ke Negeri Porto untuk menangani Arumbai yakni kapal tradisional Maluku yang penuh dengan muatan palisade (pagar kayu). Namun, penjaga itu ditangkap dan dianiaya, saat itu jugaPara Pejuang Maluku menuju Benteng Duurstede. Penyerangan Pasukan Pattimura menyebabkan Gubernur Maluku mengirimkan ekspedisi ke Saparua pada 17 Mei 1817. Tujuannya yakni ingin meredam perlawanan Rakyat yang kekuatan cukup besar. Yakni 112 Pelaut dan Marinir dari Kapal Evertsen dan Nassau serta 188 Prajurit Garnisun di bawah komando Mayor Pioner Beetjes.

Taktik & Strategi Kapitan Pattimura

Tanggal 17 Mei di Saparua, Pasukan Beetjes mendarat. Hal ini di ketahui Thomas Matulessy dan ia langsung mengatur sebuah taktik dan strategi pertempuran. Pasukan Rakyat sekitar 1.000 orang. Mulai dari teluk Haria hingga ke teluk Saparua. Ekspedisi Beetjes membawa sekitar 300 Prajurit & Pelaut, namun gagal total. Sekitar 159 Prajurit dan Pelaut, termasuk Beetjes yang tewas dari pihak Belanda. Sedangkan pelaut yang selamat kembali ke Kota Ambon dan sempat berlabuh di Negeri Suli dan Pulau Haruku. Peristiwa kemenangan Pasukan Thomas Matulessy ini telah membangkitkan semangat perlawanan Rakyat Maluku untuk melawan Belanda.

Perlawanan Rakyat Maluku berikutnya meluas hingga ke Ambon dan Pulau sekitarnya, berlangsung hingga beberapa bulan dan dikuasai oleh Rakyat yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura, dan teman lainnya (Anthone Rhebok, Paulus Tiahahu, Philips Latumahina, Martha Christina Tiahahu, Sayyid Perintah, dan Thomas Pattiwael.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *