Kota Surabaya – Mengenal Sejarah Dan Berdirinya

Kota Surabaya adalah kota yang dikenal sebagai julukan kota Pahlawan karena Pertempuran 10 November 1945, yaitu sejarang perjuangan Arek-Arek Suroboy (Pemuda-pemuda Surabaya) dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari serangan sekutu.

Sejarah Kota Surabaya

Menurut Bappenas, kota Surabaya adalah salah satu dari empat kota pusat pertumbuhan di indonesia, bersama dengan Medan, Jakarta, dan Makassar. Berikut ini archipelagoid.com akan membahas tentang sejarah Kota Surabaya.

Asal-Usul Kota Surabaya

Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh seblum zaman kolonial, seperti tercantum dalam prasasti trowulan I, berangka 1358 M. Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 N (Prasasti Trowulan) dan 1365 M (Nagarakretamaga), para ahli menduga bahwa wilayah Surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tersebut. Adu kesaktian dilakukan di pingir Kali Mas, di wilayah Peneleh. Perkelahian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir akhir dengan tragis, karena keduanya meninggal setelah kehilangan tenaga. Bahkan hari jadi kora Surabaya ditetapkan yaitu pada tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemengangan pasukan majapahit yang dipimpin oleh Raden Wijaya terhadap serangan pasukan Mongol.

Era Prakolonial Di Surabaya

Wilayah Surabaya dulunya merupakan gerbang utama untuk memasuki ibu kota Kerajaan Majapahit dari arah lautan, yakni di Muara Kali Mas. Bahkan hari jadi kota Surabaya tepat ditetapkan yaitu pada tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya dimana Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap serangan pasukan Mongol. Pasukan Mongol tersebut datang dari laut dilambangkan sebagai SURA (ikan hiu/berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai Baya (buaya/bahaya). Secara harfiah dapat diartikan sebagai berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingatin sebagai hari jadi Kota Surabaya.

Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar dengan cepat di daerah Surabaya. Salah satu anggota dari Wali Sanga yaitu Sunan Ampel, dimana ia mendirikan masjid dan pesantren di wilayah Ampel pada tahun 1530. Disitu pula Surabaya dianggap menjadi bagian dari Kerajaan Demak. Setelah runtuhnya Kerajaan Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram. Pada saat itu diserbu Senapati pada tahun 1986, dan diserang besar-besaran oleh Panembahan seda ing Krapak tahun 1610, dan Sultan Agung di serang pada tahun 1614. Sultan agung melakukan pemblokiran Sungai Brantas yang membuat akhirnya Surabaya Menyerah.

Suatu tulisan VOC tahun 1620 menggambarkan Surabaya menjadi wilayah yang kaya dan berkuasa. Dalam perjanjian antara Pakubowono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya diserahkan penguasanya kepada VOC. Bangunan Pusat Pemerintahan Keresidenan Surabaya berada dimulut sebelah barat Jembatan Merah. Yang dimana jembatan inilah yang membatasi permukiman orang Eropa. Hingga pada tahun 1900-an pusat kota Surabaya hanya berkisar di sekitar jembatan merah saja.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Selaparang Di Lombok

Era Kolonial Di Surabaya

Pada masa Hindia Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibu kota Keresidenan Surabaya. Daerah wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik; Sidoarjo; Mojokerto; dan Jombang pada tahun 1905. Surabaya mendapat status kotamadya Pada tahun 1926. Sejak itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia Belanda setelah di Batavia. Sebelum tahun 1900 Surabaya hanya berkisar Jembatan Merah saja. Pada tahun 1910. Fasilitas pelabuhan modern dibangun disurabaya, yang dikenal sebagai dengan nama Pelabuhan Tanjung Perak sampai tahun 1920-an.

Era Kemerdekaan Di Surabaya

Petempuran mempertahankan Surabaya usai pada 25 Oktobet 1945 Brigadir Jenderal Aulbertin Walther Sothem Mallaby membawa 23 divisi yang mendarat di Surabaya dengan perintah utama melucuti tentara Jepang. Mereka juga bertugas mengurus bekas tawanan perang dunia dan memulangkan tentara Jepang. Pada tanggal 26 Oktober 1945 persetujuan tercapai antara Ario Soerjo Gubernur Jawa Timur dengan Pemimpin Belanda yaitu Brigjen Aubertin Mallaby bahwa pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata mereka. Keesokan harinya tepat tanggal 27 Oktober 1945 pukul 11.00 Pesawat Dakota Agkatan Udara Inggris dari Jakarta menjatuhkan selebaran di Surabata yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk menyerahkan senjata.

Pada 28 Oktober 1945 semua pasukan Indonesia dan milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya untuk menghindari kekalahan di Surabaya Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI Soekarno dan panglima pasukan Inggris Divisi 2, Mayor Jendral Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian. 29 Oktober 1945 Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding. Lalu keesokan harinya pada siang hari tanggal 30 Oktober 1945 dicapai persetujuan yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Dalam isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan tetap ditarik mundur dari Surabaya secepatnya. Karena mengira komandannya akan diserang oleh milisi Mayor Venu K. Gopal melepaskan tembakan senjata ke atas untuk membubarkan para milisi.

Era Pascakemerdekaan

Kota yang menjadi jalan utamanya dahulu hampir berbentuk seperti pita dari jembatan Wonokromo di sebelah Selatan menuju ke Jembatan Merah di sebelah utara sepanjang kurang lebih 13 km tersebut, pada akhir tahun 1980-an mulai berubah total. Pertambahan penduduk dan urbanisasi yang sangat cepat, memaksa Surabaya untuk berkembang ke arah Timur dan Barat seperti yang ada sekarang. Bertambahnya kendaraan bermotor, tumbuhnya indsutri baru serta menjamurnya perumahan yang dikerjakan oleh perusahaan realestat yang menempati pinggiran kota mengakibatkan tidak saja terjadi kemacetan di tengah kota tetapi juga tidak jarang terjadi pula di pinggiran kota. Surabaya telah berkembang dari kota relatif kecil dan kumuh pada akhir abad ke-19, menjadi kota metropolitan di akhir abad ke-20. Dan pada abad ke-21 menjadi salah satu metropolitan dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara.

Agama Yang Ada Di Kota Surabaya

Mayoritas warga masyarakat Surabaya menganut agama Islam sebanyak 85,50% (2.701.558 jiwa) sesuai data Badan Pusat Statistik Surabaya tahun 2019. Surabaya merupakan salah satu pusat penyebaran agama islam yang paling awal di tanah Jawa dan merupakan basis warga yang beraliran tradisional. Masjid Ampel yang didirikan pada abad ke-15 oleh Sunan Ampel salah satu wali songo.

Agama lain yang dianut sebagian penduduknya adalah Kristen sebanyak 404.261 jiwa (12,60%) dimana Prostestan 280 .862 jiwa (8,9%) dan katolik 123.399 jiwa (3,91%). Surabaya ini juga mendirikan Gereja Bethany yang merupakan salah satu gereja terbesar di Indonesia. Lalu untuk katolik Surabaya menjadi Rumah dari Keuskupan Surabaya. Yang terletak di Gereja Katedral Hati Kudus Yesus Surabaya, yang dipimpin oleh Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono.

Kesimpulan

Kota Surabaya mendapat julukan sebagai kota pahlawan. Karena di Surabaya telah terjadi aksi heroik yang dipimpinoleh Bung Tomo. Aksi tersebut terjadi di hotel majapahit. Simak terus pembahasan menarik lainnya tentang adat istiadat  dan budaya hanya dengan klik link berikut ini.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *