|

Mandau Senjata Tradisional Suku Dayak

Mandau atau parang ilang atau malat adalah senjata tajam sejenis pedang yang berasal dari kebudayaan Dayak di Kalimantan. Mandau sendiri termasuk ke dalam salah satu senjata tradisional Indonesia, yang penggunaanya secara menyeluruh dimulai pada abad 17 – 18.

Pada saat masa lampau para penjelajah eropa yang melakukan ekspedisi, dan peneliatian ke pulau borneo yang menyebutnya Pedang Kesatria Dayak Para Pemburu Kepala (The Dayak knight sword of the headhunters). Mandau juga mempunyai bentuk yang melebar di bagian atas serta pangkal yang tebal dengan sisi cekung cembung pada bilah. Sehingga senjata ini sangat efektif digunakan untuk menerobos hutan belantara dan tahan terkena hantaman perisai pada saat pertempuran. Tepatnya di Daerah Aliran Sungai Mahakam ketika itu, mandau dijadikan komoditas dagang, seperti yang dicatat oleh para penjelajah eropa. Abad 19 “Ukiran pada tanduk rusa untuk gagang mandau yang dimiliki suku Dayak tidak kalah indah dan rumit, daripada ukiran gading yang dimiliki bangsa cina,” tutur S.W Tromp.

Bilah mandau yang sering digunakan kaum dayak saat berperang terbuat dari besi khusus contohnya mantikei, montalat, besiiq batuq, pungkalan/purutn. Bahkan meteorite, disertai dengan ritual khusus dan puasa tergantung pada masing-masing rumpun. Ukiran pada mandau juga tidak sembaragan yang diwakili oleh karakter dan simbol magis contohnya asoq (siluman anjing setegah macan), lamantek (pacet penghisap darah) dan kambe rawit (mahluk alam lain) hulu mandau biasanya terbuat dari kayu tertentu, gading, tulang, tanduk dan logam.

Jenis anyaman dan sampul mandau memiliki simbol dan bilangan khusus yang dilengkapi jimat, Mandau juga simbol pengeras jiwa sehingga mandau dibuat menyesuaikan sifat pemiliknya yang dengan hajat dan sumpah agar melindungi pemilik dalam kepercayaan masyarakat dayak sehingga tidak digunakan sembarangan. Archipelago Indonesia akan selalu memberikan informasi buat kalian agar lebih mengetahui tentang Budaya Indonesia.

Ukiran Unik Dari Senjata Tradisional Khas Suku Dayak

Suku Dayak mempunyai senjata tradisional yang dinamakan parang Mandau, senjata jenis ini kerap dijadikan masyarakat suku dayak untuk berburu ataupun berperang.

Asal Usul Terciptanya Nama Mandau

Hampir di seluruh bagian mandau mempunyai ukiran – ukiran unik di bagian bilahnya yang tidak tajam. Sering juga dijumpai dengan tambahan tatahan di bilahnya yang ditutup dengan kuningan, perak, tembaga, atau emas dengan maksud rajahan selain memperindah bilah mandau. Mando (ejaan Indonesia: Mandau, adalah ejaan kata yang salah) berasal dari bahasa Dayak Kalimantan Tengah, yaitu asal kata “Man” yaitu singkatan dari kata “kuman” yang artinya “makan” dan dibentuk dari kata “do” yaitu singkatan dari kata “dohong” yaitu pisau belati khas Kalimantan tengah.

Oleh karena itu secara harafiah Mando berarti “makan Dohong”, yang dimaksud adalah karena sejak senjata mando menjadi populer di kalimantan tengah, dohong tersebut merupakan senjata pisau terawal milik Dayak Ngaju kal-teng menjadi kalah populer atau tergerus kalah oleh mando. Kekalahan terkenalnya dohong tersebut menyebabkan sebutan untuk jenis senjata yang mengalahinya kemudian disebut “mando”.

Suku Dayak dengan senjata Mandau nya terkenal kejam dan sangat ahli dalam peperangan, kelompok musuh mereka melawan bangsa-bangsa. Lain yang datang ke pulau kalimantan, termasuk bangsa Melayu dan Bangsa Austronesia, terkait seringnya peperangan antar klan dan bangsa-bangsa yang datang ke pulau kalimantan, Pedang mandau ini menjadi terkenal dengan bilah senjatanya yang begitu tajam dan digunakan untuk memenggal kepala musuh-musuhnya (adat Pengayauan suku Dayak) sehingga para bangsa lainnya takut memasuki daerah mereka.

Sehingga sampai dengan sekarang Mandau menjadi sebutan nama sebuah senjata adat asli Pulau Kalimantan. Mandau ini merupakan senjata persatuan dayak borneo (kalimantan, sarawak, sabah, brunai) meskipun senjata yang dimiliki kaum dayak pada tiap rumpunnya bervariatif dan unik karena borneo adalah salah satu pulau terbesar didunia.

Kumpang

 

Kumpang yaitu sarung bilah mandao. jenis kumpang ini terbuat dari kayu, dilapisi tanduk rusa, dan lazimnya dihias dengan ukiran. Pada kumpang parang wajib diberi tempuser undang, yaitu ikatan yang terbuat dari anyaman uei (rotan).

Selain itu juga pada kumpang terikat pula semacam kantong yang terbuat dari kulit kayu berisi pisau penyerut dan kayu gading yang kerap diyakini dapat menolak binatang buas. Mandau ketika disarungkan dalam kumpang biasanya diikatkan di pinggang dengan jalinan rotan.

Baca Juga: Pahlawan Indonesia Tanah Air Mengungkap Sejarah Dan Pengorbanan Seorang Tentara Indonesia

Ambang

Ambang merupakan sebutan bagi parang khas kalimantan yang terbuat dari besi biasa. Sering kali dijadikan cenderamata. Orang awam atau orang yang belum terbiasa melihat ataupun memegang mandau akan sulit untuk membedakan antara mandao dan ambang. Karena jika dilihat secara kasatmata memang keduanya tergolong hampir sama.

Ternyata, keduanya sangatlah berbeda, namun jika kita melihatnya dengan lebih detail maka kita akan melihat perbedaan yang sangat mencolok. Karena pada mandao terdapat ukiran atau bertatahkan emas, tembaga, atau perak dan mandau lebih kuat serta lentur, karena mandau sendiri terbuat dari batu gunung yang mengandung besi dan diolah oleh seorang ahli. Berbeda dengan ambang hanya terbuat dari besi biasa.

Bahan Baku Dan Harga

Pada umumnya orang akan berpikir mandao terbuat dari besi seperti kebannyakan senjata sejenisnya. Namun, kenyataanya mandao yang benar-benar asli biasanya terbuat dari besi mantikei. Menurut literatur di Museum Balanga, Palangkaraya, bahan baku mandau adalah besi (sanaman) mantikei yang terdapat di hulu Sungai Matikei, Desa Tumbang Atei, Sanaman Mantikei, Katingan. Besi ini bersifat lentur sehingga mudah dibengkokan, tetapi tetap memiliki sifat tajam dan kuat. Mando mantikei memiliki memiliki permukaan besi yang kasar, berbeda dengan mando pada umumnya. Permukaan mando yang kasar berasal kotoran besi mantikei.

Mandao asli harganya dimulai dari Rp. 1 juta rupiah. Mandao asli yang berusia tua dan memiliki besi yang kuat bisa mencapai harga Rp. 20 juta rupiah per bilah. Bahan baku pembuatan mandau biasa dapat juga menggunakan besi per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan dan besi batang lain. Peranti kerja yang digunakan terutama adalah palu, betel, dan sebasang besi runcing guna melubangi mandao untuk hiasan. Juga digunakan penghembus udara bertenaga listrik untuk membarakan nyala limbah kayu ulin yang dipakainya untuk memanasi besi. Kayu ulin dipilih karena terlihat mampu menghasilkan panas lebih tinggi dibandingkan kayu lainnya.

Mandau untuk cideramata biasanya bergagang kayu, harganya berkisar Rp. 50.000 hingga Rp. 300.000 tergantung dari besi yang digunakan. Parang asli mempunyai penyang, penyang adalah kumpulan-kumpulan ilmu suku dayak yang didapat dari hasil bertapa atau petunjuk lelulur yang digunakan untuk berperang. Penyang akan membuat orang yang memegang Mando sakti, kuat dan kebal dalam menghadapi musuh.

Kesimpulan

Mandau adalah lebih dari sekadar senjata tradisional; ia adalah simbol kekuatan, kehormatan, dan identitas budaya suku Dayak. Melalui desain yang khas, proses pembuatan yang rumit, dan makna budaya yang mendalam. Mandau mencerminkan warisan budaya yang kaya dan beragam. Dalam era modern, mandau terus memainkan peran penting sebagai artefak budaya dan simbol keberanian yang memperkuat identitas masyarakat Dayak, sambil menjembatani masa lalu dan masa depan. Buat kalian yang tertarik dan ingin mendapatkan berita ter update setiap hari di Indonesia klik Link ini storydiup.com.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *