Mengungkap Kehidupan Nomaden Suku Polahi di Tengah Hutan Gorontalo
Suku Polahi adalah kelompok etnis yang mendiami hutan-hutan pedalaman Gorontalo, Sulawesi. Mereka dikenal karena gaya hidup nomaden yang unik dan terisolasi dari pengaruh luar.
Artikel Archipelago Indonesia ini akan mengungkap kehidupan nomaden Suku Polahi di tengah hutan Gorontalo.
Asal Usul Suku Polahi
Menurut cerita yang beredar, Suku Polahi merupakan keturunan dari kelompok yang menghindari kolonisasi Belanda pada abad ke-17. Mereka memilih hidup terisolasi di hutan-hutan Gorontalo untuk menghindari pajak dan pengaruh luar. Hal ini menjadikan mereka sebagai kelompok yang sangat terpinggirkan dan tidak familiar dengan tata sosial umum.
Namun, terdapat pandangan lain yang menyatakan bahwa anggapan bahwa Suku Polahi adalah pelarian dari kolonial Belanda tidak sepenuhnya akurat. Faktor-faktor seperti ketidaktahuan mereka terhadap pajak dan agama Islam yang telah masuk ke Gorontalo sejak abad ke-15 menunjukkan bahwa mereka mungkin merupakan sisa-sisa kelompok manusia purba yang menjadi nenek moyang orang Gorontalo modern.
AYO DUKUNG TIMNAS GARUDA, sekarang nonton pertandingan bola khusunya timnas garuda tanpa ribet, Segera download!
![]()
Kehidupan Nomaden dan Budaya Unik
Suku Polahi hidup dalam kelompok-kelompok kecil di hutan-hutan pedalaman Gorontalo. Mereka membangun rumah sederhana tanpa dinding, dengan dapur di tengah yang berfungsi sebagai pemanas tubuh. Makanan utama mereka adalah umbi-umbian yang mereka tanam sendiri, seperti singkong dan ubi, serta papaya dan pisang. Mereka hanya makan sekali sehari, yaitu pada sore hari menjelang Maghrib.
Pernikahan antar saudara kandung adalah hal yang umum di kalangan Suku Polahi. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan interaksi dengan dunia luar dan kepercayaan bahwa hubungan darah memperkuat ikatan keluarga. Contohnya, seorang kakek menikahi dua saudara perempuannya, dan anak laki-lakinya kemudian menikahi putrinya sendiri.
Kepercayaan dan Spiritualitas
Suku Polahi memiliki sistem kepercayaan animisme yang kuat, dengan pengakuan terhadap tiga dewa utama Pulohuta, Lati, dan Lausala. Pulohuta dianggap sebagai penguasa tanah dan hutan, Lati adalah roh yang mendiami pohon besar dan air terjun.
Sedangkan Lausala digambarkan sebagai sosok supranatural yang menuntut korban darah. Mereka juga percaya bahwa suara anjing yang menggonggong menandakan kehadiran Lausala.
Baca Juga: Suku Karo: Kekayaan Budaya dan Tradisi yang Menawan
Isolasi dan Kontak Dengan Dunia Luar
Karena keterbatasan akses dan preferensi untuk hidup terisolasi, Suku Polahi tidak memiliki sistem pendidikan formal dan tidak mengenal tulisan. Untuk mencapai wilayah mereka, dibutuhkan perjalanan kaki sekitar tujuh jam dari pusat Kota Gorontalo.
Meskipun demikian, beberapa anggota Suku Polahi mulai terbuka terhadap pengaruh luar. Pada tahun 2018, 25 anggota dari kelompok keturunan Bakiki Nani memutuskan untuk memeluk agama Islam setelah berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Tantangan dan Pelestarian Budaya
Gaya hidup nomaden Suku ini menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait dengan kesehatan dan pendidikan. Isolasi mereka membuat akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan terbatas. Selain itu, praktik pernikahan antar saudara kandung menimbulkan risiko kesehatan dan sosial. Upaya untuk melestarikan budaya mereka harus mempertimbangkan keseimbangan antara tradisi dan kebutuhan modern.
Kesimpulan
Kehidupan nomaden Suku Polahi di hutan Gorontalo menawarkan wawasan unik tentang ketahanan budaya dan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Meskipun terisolasi, mereka berhasil mempertahankan tradisi dan identitas mereka. Namun, seiring dengan perubahan zaman dan interaksi dengan dunia luar.
Suku ini menghadapi tantangan baru dalam mempertahankan warisan budaya mereka sambil beradaptasi dengan perkembangan modern.Untuk informasi lebih lengkap dan pengalaman menarik lainnya, kunjungi Archipelago Indonesia dan mulailah petualangan baru Anda sekarang juga!