|

Suku Buton – Mengenali Sejarah Dan Budaya Sulawesi Tenggara

Suku Buton adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kepulauan Buton, dan mereka juga merupakan suku terbesar di wilayah Maluku Utara, Riau, Papua, dan Kalimantan.

Suku-Buton---Mengenali-Sejarah-Dan-Budaya-Masyarakatnya

Kepulauan Buton Ibu kotanya adalah Bau-bau. Jumlah penduduk nya sebesar 255.712 jiwa. Suku Buton ini merupakan suku pelaut karena dari dulu mereka merantau ke berbagai Nusantara menggunakan perahu yang ukurannya kecil hanya bisa muat 5 orang. Selain sebagai pelaut, masyarakat Buton juga sejak zaman dulu sudah mengenal pertanian. Komoditas yang mereka tanam antara lain padi ladang, jagung,ubi jalar, singkong, kapas, kelapa, sirih, pisang, nanas, dan segala kebutuhan hidup mereka lainnya.

Sejarah Suku Buton

Dalam riwayat awalnya bermula dari empat orang yaitu Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati, dan Siuamanajo. Mereka asalnya dari tanah Semenanjung Johor (Malaysia), pulau Liya Melayu, dan tiba di pulau Buton sekitar abad ke 13 atau awal abad ke 14. Pada tahun 1275, satu tentara Kertanagara dari pelabuhan Tuban. Tentara tersebut mendarat di daerah muara sungai Jambi lalu merebut daerah itu, lalu dijadikan daerah takluk bagi kerajaan Singosari. Jajahan kerajaan Jawa tersebut, telah diluaskan sampai kedaerah hulu sungai jambi dalam waktu 10 tahun saja. Kembali didirikan kerajaan Melayu lama didaerah itu, namun sebagai negara bagian pada kerajaan Singosari. Raja Melayu takluk kepada Baginda Kertanagara. Kerajaan Melayu kedudukannya sangat penting, sehingga dalam abad ke 14 seluruh Sumatra sering sekali disebut juga melayu.

Kertanagara telah bermaksud mendirikan satu kerajaan Jawa di Sumatera tengah, untuk menjadi pusat kebudayaan Jawa di pulau itu. Kerajaan Jawa yang di Sumatera itu adalah suatu bahaya yang besar sekali bagi Sriwijaya. Namun Sriwijaya terlalu lemah untuk mencegah tujuan Kertanagara itu. Kekuasaan Sriwijaya sudah runtuh oleh beberapa pihak, dibagian Utara Semenanjung Malaka. Sebagian dari daerah Sriwijaya direbut oleh kerajaan Siam yang baru berdiri. kemudian timbul kerajaan baru di Aceh, yaitu kerajaan Perlak dan Kesultanan Samudra Pasai. Kemudian menjadi kerajaan islam yang pertama di Indonesia. Dan tak berhubungan dengan kerajaan sriwijaya.  Kerajaan Pahang pun yang terletak di Semenanjung Malaka telah menjadi daerah takluk terhadap kerajaan Singosari yang sejak lama mengakui kekuasaan tertinggi dari Sriwijaya.

Perjalanan Sipanjonga

Empat orang pertama tadi yang di sebutkan di atas yaitu Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati, dan Siuamanajo serta pengikut-pengikutnya. Sebagai seorang raja di dalam kerajaan Sriwijaya, kemudian mengetahui kedudukan Sriwijaya sudah demikian lemahnya. Sipanjonga mengambil kesempatan untuk meninggalkan kerajannya dan mencari daerah lain untuk tempat tinggalnya.Tibalah mereka di Pulau Buton, Sipanjonga dan kawan-kawan tidak bersama-sama dan tidak pula pada suatu tempat yang sama. Rombongannya terdiri dari dua kelompok (disebut palulang).

Kelompok pertama yaitu Sipanjonga dan Sijawangkati sebagai kepala rombongan mengadakan pendaratan yang pertama di Kalaupa. Merupakan daerah pantai dari raja tobo-Tobo, sedangkan Simalui dan Sitamanajo mendarat di Walalogusi. Saat pendaratan pertama itu, Sipanjonga mengibarkan bendera kerajaannya di suatu tempat tidak jauh dari Kalampa, pertanda kebesarannya. Bendera Sipanjonga ini kemudian menjadi bendera kerajaan buton yang disebut “tombi pagi” yang berwarna warni, atau dalam bahasa wolionya yaitu “longa-longa”.

Tempat berkibarnya bendera tersebut di sebut dengan dengan nama “sula”. Terdapat di dalam desa Katobengke Kecamatan Wolio, kemudian maka keempat pemuka di atas yang membuat dan meninggalkan sejarah dan kebudayaan wolio. Dan mereka pada zamannya pernah menjadi kerajaan yang berarti, dan merekalah juga yang mengawali pembentukan kampung-kampung. Kemudian dengan perkembangannya menjadi kerajaan yaitu kerajaan Buton.

Baca Juga: Suku Madura – Mengenali Asal-Usul Leluhur Dan Pesebarannya

Budaya Suku Buton

Budaya-Suku-Buton 

Biasanya masyarakatnya mayoritas pemeluk agama islam, maka tradisi dan budayanya juga dipengaruhi oleh islam. Salah satunya adalah tradisi kande-kandea. Tradisi ini dilakukan saat hari-hari besar. Tradisi ini adalah kegiatan makan bersama yang di lakukan masyarakat buton. Kisahnya di zaman dulu tradisini ini di lakukan untuk menyambut pulangnya para prajurit dari medan perang (prajurit kesultanan buton). Saat sang laskar pulang membawa kemenangan maka upacara akan lebih meriah. Para anggota laskar akan di suapi oleh gadis-gadis sebagai penghargaan atas perjuangan mereka di medan perang.

Tradisi Dan Upacara Masyarakat Buton

kepercayaan dalam wujud upacara-upacara yang berkenaan dengan lingkaran hidup. Sejak bayi di dalam kandungan sampai seseorang meninggal dunia, sampai sekarang masih dipertahankan dalam kehidupan masyarakat Suku Buton. Hal ini menunjukkan bahwa mereka masih terus mempertahankan tradisi yang
diwarisi dari leluhur. Berikut ini upacara yang di lakukan orang suku buton:

  • Upacara menyambut lahirnya bayi pertama: Menyambut kelahiran bayi pertama dari pasangan suami-istri. Orang Buton menggelar prosesi Pasipo yaitu upacara menyuapi ibu hamil pada masa kehamilan yang pertama kali, di usia kehamiln tujuh sampai sembilan bulan.
  • Upacara pengguntingan rambut bayi: Setelah lahir si bayi diadakan prosesi “alaana bulua” adalah sebutan untuk upacara pengguntingan rambut bayi. Upacara ini juga sering disebut pokuruia atau pencukuran rambut dan kewajiban suatu keluarga, meskipun pelaksanaannya tidak dituntut meriah, biasanya dilaksanakan setelah bayi berumur 40 bulan.
  • Upacara Dole-Dole: Adalah kegiatan imunisasi balita yang secara harfiah berarti guling guling. Upacara ini diperuntukkan bagi usia bayi dan balita, terutama yang sering sakit-sakitan. Upacara ini juga untuk menghindari anak dari kemungkinan pertumbuhan yang kurang normal.
  • Upacara khitanan: Setelah anak memasuki usia aqil baliqh, yaitu antara enam sampai tujuh tahun, diadakan upacar khitanan. Tandaki sebutan untuk anak laki-laki, dan posusu untuk anak perempuan.
  • Upacara Pingitan: Posuo merupakan sebutan untuk upacara pingitan menurut bahasa Buton. Posuo menandai berubahnya status perempuan, dari gadis remaja atau disebut dengan (kabuabua) ke status gadis dewasa disebut (kalambe). Biasanya upacara ini dilaksanakan untuk anak usia 14-19 tahun.
  • Upacara Kawia: Adalah upacara perkawinan pada masyarakat Buton.
  • Upacara Mate: Merupakan sebutan orang Buton untuk peristiwa kematian. Biasanya terdiri dari penerimaan Kala (kadha), memandikan jenazah, mengkafani jenazah, menyembahyangkan Jenazah, menguburkan Jenazah kemudian prosesi setelah penguburan.

Fakta Menarik Suku Buton

Fakta-Menarik-Suku-Buton

Selain Keindahan Budaya dan Tradisinya, suku Buton juga memiliki beberapa fakta menarik di antaranya adalah:

  • Bermata Biru Cerah: Beberapa orang di suku Buton memiliki ciri khas yaitu mata berwarna biru cerah, uniknya hanya satu mata saja yang berwarna biru dan satunya lagi berwarna cokelat. Ternyata warna biru itu di dapat dari syndrom Waardenburg yang merupakan mutasi genetik yang dapat memengaruhi mata. Kemudian syndrom ini dapat memengaruhi dan mengurangi indra pendengaran.
  • Menganut Sistem Kasta: Biasanya hanya di terapkan pada kasta pemerintahan dan agama saja. Contohnya adalah Kaomu yang merupakan bangsawan keturunan sultan atau bangsawan. Waraka yang merupakan kerabat kerajaan atau keturunan kerajaan. Kemudian Papara yang merupakan pejabat dari rakyat biasa dan yang terakhir adalah Babatua yaitu budak.
  • Mempunyai Banteng Terluas: Yaitu Banteng Wolio adalah warisan sejarah yang di bangun sejak abad ke 16 oleh sultan buton 3 yakni La Sangaji. banteng ini luasnya 23.375 hektar dengan keliling 2.740 meter.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *