| |

Suku Tamiang – Mengenal Sejarah Hingga Adat Istiadatnya

Suku Tamiang merupakan salah satu penduduk yang diwilayah Aceh, mereka percaya bahwa mereka warga asli dari nenek moyangnya itu.

Suku-Tamiang---Mengenal-Sejarah-Hingga-Adat-Istiadatnya (1)

Aceh Tamiang memiliki berbagai kekayaan yang patut di banggakan. Kekayaan berupa adat budaya, potensi dan objek wisata yang menarik. Kekayaan yang perlu terus dijaga dan dilestarikan agar tetap ada dan bisa memberi manfaat bagi masyarakatnya. Kabupaten Aceh Tamiang memiliki luas wilayah 1957 Km2 dan dihuni oleh 294.354 jiwa dan terdiri dari 12 kecamatan.

Sejarah Asal Suku Tamiang

Perjalanan Sejarah Aceh Tamiang dari masa kemasa merupakan hal yang sangat menarik dan selalu membuat penasaran. Kabupaten Aceh Tamiang memiliki luas wilayah 1957 Km2 dan dihuni oleh 294.354 jiwa dan terdiri dari 12 kecamatan. Meskipun Aceh Tamiang merupakan bagian dari provinsi Aceh, adat dan budaya Suku Tamiang terlihat sangat berbeda dengan suku-suku yang berada di provinsi Aceh lainnya, terutama jika dilihat dari bahasa kesehariannya. Bahasa suku perkauman Tamiang lebih memiliki kesamaan dengan adat dan budaya dengan suku melayu. Penduduk ini menyebar ke pulau-pulau di Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara. Pada abad ke VII Masehi, di Sumatera sudah berdiri beberapa kerajaan dianataranya, Kerajaan Tulang Bawang di lampung, Kerajaan melayu di Riau, dan kerajaan Sriwijaya di Palembang.

Kerajaan Melayu pertama bernama Kerajaan Melayu Raya berdiri pada tahun 670 Masehi di Bandar Pirus Pulau Bintan Kepulauan Riau. Kerajaan Melayu Raya memiliki kerajaan-kerajaan kecil yang di perintah oleh raja-raja tersendiri dari Tanah Semenanjung Kra, Pulau Riau, Pesisir tanah Kuantan. Aceh Tamiang memiliki berbagai kekayaan yang patut di banggakan. Kekayaan berupa adat budaya, potensi dan objek wisata yang menarik. Kekayaan yang perlu terus dijaga dan dilestarikan agar tetap ada dan bisa memberi manfaat bagi masyarakatnya. Meskipun merupakan kabupaten baru, namun sesungguhnya Tamiang sudah ada sejak zaman dahulu kala jauh sebelum Indonesia merdeka. Ketika itu roda pemerintahan masih dijalankan dengan sistem kerajaan. Umumnya Penduduk yang mendiami wilayah Aceh Tamiang adalah masyarakat yang bersuku Tamiang.

Rumah Adat Tamiang

Rumah-Adat-Tamiang

Rumah Adat Etnik Tamiang di Aceh hampir sama dengan rumah tradisional masyarakat melayu. Berbentuk panggung bertiang empat segi, banyak tiang rumah induk 9 atau 12 tiang. Berhubungan panjang agak sedikit melengkung ke tengah,  dan bubungan dapur agak terpisah, sedikit lebih rendah dari rumah induk. Tinggi Rumah induk Sekerujoung (sepanjang jangkauan orang dewasa. Atau bertangga tujuh. Manju (teras), serambi muka dapur tingginya separas, lebih rendah 30 cm dari dari rumah induk. Biasanya rumah di usahakan menghadap kearah barat. Jika rumah berada di pinggir sungai maka rumah menghadap kearah sungai karena ada pamali bagi perkauman Tamiang kalau rumahnya melintang sungai. Jenis ukiran yang di jumpai pada rumah adat Tamiang adalah berbentuk daun-daun kayu, bunga ataupun sejenis akar-akaran yang merambat. Jenis lainnya berupa ukiran simetris yang saling sambung dinamakan “awan berarak”

Salah satu kemiripan dengan rumah adat Aceh di rumah adat Tamiang juga memiliki lesung kaki maupun lesung tangan yang terdapat di bawah rumah. Lesung ini di gunakan sebagai alat untuk para dara menumbuk padi. Sedangkan kandang ternak di letakkan jauh di belakang rumah. Seiring perkembangan zaman model rumah Tamiang ini nyaris hilang, akibat dari terjadinya globalisasi. Masuknya budaya luar menyebabkan banyak perubahan dalam bentuk rumah masyarakat Aceh Tamiang.  Salah satu kemiripan dengan rumah adat Aceh di rumah adat Tamiang juga memiliki lesung kaki maupun lesung tangan yang terdapat di bawah rumah. Lesung ini di gunakan sebagai alat untuk para dara menumbuk padi. Sedangkan kandang ternak di letakkan jauh di belakang rumah. Seiring perkembangan zaman model rumah Tamiang ini nyaris hilang, akibat dari terjadinya globalisasi. Masuknya budaya luar menyebabkan banyak perubahan dalam bentuk rumah masyarakat Aceh Tamiang.

Baca Juga: Letak Geografis Sumatera Utara – Pusat Keanekaragaman Budaya

Adat Istiadat Dan Kebudayaan Lain

Aceh dalam keyakinan masyrakatnya adalah merupakan suatu bangsa bukan suku. Sebab pada Realitanya di wilayah aceh terdapat Beragam etnik yaitu etnik Aceh, Aneuk Jamee, Gayo, Tamiang, Alas, Kleut, Davayan si gulai, dan singkil. Etnik yang beragam ini memiliki kekhasan bahasa dan adat istiadat. Bahasa dan adat istiadat beragam etnik di Aceh ini berbeda antara satu dan lainnya. Dipandang dari bentuk fisik dan budaya Aceh Tamiang. Etnik Tamiang lebih di dominasi oleh suku melayu. Bahasa yang di gunakan pun mirip dengan bahasa melayu yang di gunakan oleh masyarakat melayu Deli, Melayu Riau, Melayu Palembang, dan melayu Malaysia. Sebutan untuk  raja antara suku Tamiang dan Aceh juga berbeda. Orang Tamiang menyebut keturunan raja dengan sebutan Tengku, sedangkan orang Aceh menyebut nya dengan Teuku. Bagi orang Aceh Tengku adalah sebutan bagi para guru atau ulama bukan keturunan raja. Selain bahasa, Pakaian adat, lagu dan tarian Aceh Tamiang juga memiliki perbedaan.

Suku Tamiang memiliki sejumlah kebudayaan yang masih terus terjaga hingga saat ini. Kebudayaan tersebut contohnya adalah Upacara Troen Bak Tanoeh yaitu upacara yang diselenggarakan untuk orang tua yang baru saja memiliki bayi. Upacara ini diadakan ketika bayi berusia 1-3 bulan. Sebelum upacara ini dilakukan si ibu dengan bayinya tidak boleh keluar rumah kecuali kepentingan mendesak. Kebudayaan lainnya yang terkenal dari suku Tamiang adalah Tari Elang Ngelekak. Tarian ini mengisahkan cerita rakyat yang beredar di kalangan masyarakat Tamiang tentang seorang raja yang memiliki nasib buruk apabila memiliki seorang putri. Sang permaisuri pun berusaha menyelamatkan anaknya dengan menyembunyikannya di atas pohon. Sayangnya sejumlah elang terus berterbangan di dekat pohon tersebut hingga membuat sang raja curiga. Akhirnya Raja pun mengetahui hal tersebut dan segera membunuh sang putri. Setelah putri mungil tersebut meninggal, Raja menyadari bahwa bayi tersebut memiliki raut wajah keberuntungan. Raja pun sangat menyesal sepanjang hidupnya.

Pakaian Adat Suku Tamiang

Suku Tamian mempunyai pakaian adat, sebenarnya tidak jauh dari apa yang mereka pakai sehari-hari. Tetapi, ada penambahan beberapa aksesoris, biasanya pakaian tersebut akan digunakan untuk berbagai acara penting seperti pernikahan. Bagi laki-laki akan memakai celana panjang, sarung, tengkulak serta baju. Untuk perempuan hanya ditambahkan dengan kerudung atau selendang. Perlu diketahui, bagi anak-anak tengkulaknya terlihat berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak memiliki model tidak punya ikat pinggang serta terlihat tidak runcing. Untuk kainnya sendiri memakai sulam motif pecak rebung serta awan bergerak.

Begitu juga dengan kaum wanitanya hanya saja dilengkapi dengan kerudung dan juga selendang. Adapun pakaian adat antara anak-anak dan orang dewasa memiliki bentuk yang berbeda. Pada pakaian anak-anak bentuk tengkulak tidak begitu runcing dan tidak memiliki ikat pinggang. Kain yang digunakan untuk membuat pakaian Suku Tamiang adalah kain sulam dengan motif pucuk rebung dan awan bergerak. Selain itu warna pakaian yang digunakan memiliki makna yaitu menunjukkan status sosial mereka. Pakaian adat laki-laki disebut dengan Linto Baro sementara itu pakaian adat wanita disebut dengan Daro Baro.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *